PEMBIAYAAN MUSYARAKAH TERHADAP NASABAH
(Studi Kasus di PT. Bank Muamalat Capem
Meulaboh)
SKRIPSI
Diajukan
Oleh
SADDAM MAHMUD
Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Teungku Dirundeng Meulaboh
Program Studi Mu’amalah
NIM : 152010036
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
2015 M/1436 H
ABSTRAKS
Tulisan akhir ini berjudul “Pembiayaan Musyarakah Terhadap Nasabah (Studi Kasus di PT.
Bank Muamalat Capem Meulaboh)”. Alasan penulis mengangkat judul ini karena Perbankan syariah muncul sebagai reaksi
adanya praktek perbankan konvensional yang bertumpu pada bunga di mana bunga
yang dianggap sebagai riba ini kurang memberikan keadilan kepada masyarakat dan
hanya menguntungkan pihak perbankan saja. Oleh karena itu bank syariah muncul
dengan menawarkan sistem bagi hasil yang dianggap lebih adil atau dikenal
dengan profit and loss sharing dan merupakan core product
perbankan syariah.
Penulis memilih untuk melakukan penelitian ini di bank umum syariah yaitu Bank Muamalat Capem Meulaboh dan Nasabah Meulaboh guna
mengetahui bagaimana peran pembiayaan musyarakah dengan sistem bagi hasil diantara
keduanya, dan bagaimana solusi dari permasalahan-permasalahan dari sistem bagi
hasil di kedua bank tersebut. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
Kualitatif dan pengolahan data menggunakan Purposif Sampling. Penelitian
ini penulis lakukan di PT. Bank Muamalat
Capem Mulaboh dan yang menjadi objek penelitian (sampel) dalam penelitian ini adalah 2 orang karyawan
Bank Mu’amalat Capem Meulaboh yang memiliki jabatan sebagai Financing Operation dan Marketing Financing. Untuk
mengumpulkan data penulis menggunakan
metode wawancara (interview),
observasi, dokumentasi dan angket. Adapun hasil dalam penelitian ini
yaitu Bahwasannya Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Capem Meulaboh sudah
sesuai berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) 08/DSN-MUI/IV/2000. Dimana Dewan Syariah Nasional
tersebut berwenang sebagai pengawasan lembaga kesyariahan Islam. Adapun model sistem
yang dipakai meliputi : Pertama KPR Muamalat IB yaitu merupakan produk
pembiayaan yang akan membantu untuk memiliki rumah (ready stock/bekas),
apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR dari bank lain.
Pembiayaan Rumah Indent, Pembangunan dan Renovasi. Kedua Rekening Koran adalah produk pembiayaan kusus
modal kerja yang akan meringankan usaha dalam mencairkan dan melunasi
pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sedangkan
dampak yang timbul meliputi: Dampak positif
yaitu dampak yang muncul apabila pembiayaan yang lancar, maka hal tersebut akan
meningkatkan laba bagi Bank Muamalat Indonesia.
KATA PENGANTAR
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْـــــمِ
Assalamu’alaikum Wr.. Wb..
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Proposal
ini dengan judul “Pembiayaan
Musyarakah Terhadap Nasabah (Studi Khasus Bank Mu’amalat Aceh Barat)“.
Alquran
sebagai pedoman tidak akan pernah selesai untuk dikaji, karena semakin diperdalam
akan memunculkan ilmu-ilmu baru yang sangat berguna bagi kehidupan manusia,
bukan saja kehidupan ukhrawi, tetapi lebih jauh juga membuka ilmu-ilmu dalam kajian
kepentingan kehidupan duniawi.
Salawat dan
salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan perantara
sampainya Alquran kepada kita dan melalui beliaulah kita dapat menikmati
keindahan dan jejalan ilmu dari Alquran.
Penulis
menyadari keterbatasan kemampuan yang ada, baik dari segi kemampuan berfikir
maupun fasilitasnya, yang memberi impact. Sungguhpun demikian, penulis telah
berupaya semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi ini, meskipun banyak
cobaan dan hambatan yang harus dihadapi, namun Alhamdulillah, atas bantuan,
saran, dan bimbingan dari semua pihak memberikan kemudahan bagi penulis
sehingga skripsi akhirnya dapat terselesaikan.
Terima kasih
penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah banyak memberikan
pertolongan pengorbanan jasa dan harta kepada penulis, serta dengan penuh
kesabaran dan kasih sayang mendampingi penulis dalam suka dan duka, yang setiap
saat merindukan keberhasilan anaknya dalam meraih cita-cita. Semoga Allah SWT
kelak akan membalasnya dengan imbalan pahala yang setimpal kemudian hari.
Ucapan
terima kasih juga sampaikan kepada Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Teungku Dirundeng Meulaboh Dr. H.
Syamsuar, M.Ag juga kepada pembantu ketua, dan juga kepada bapak dan ibu
dosen yang telah membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat. Begitu pula
ucapan terima kasih kepada kepala perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Teungku Dirundeng Meulaboh serta staf yang telah melayani penulis dan
memberi bahan-bahan bacaan lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka
menyelesaikan skripsi ini.
Kepada Allah
SWT jualah kita menyerahkan segala urusan. Semoga amal baik semua pihak
diterima oleh Allah SWT. Akhirnya dengan kerelaan hati penulis mengharapkan
perbaikan-perbaikan dari pembaca apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat
kekurangan dan kesilapan, sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca.
Meulaboh,
05 Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... ii
ABSTRAK....................................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL...........................................................................................................................vii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
A. Latar
Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan
Masalah.........................................................................................6
C. Penjelasan
Istilah..........................................................................................7
D. Tujuan
Istilah................................................................................................9
BAB II : KONSEP MUSYARAKAH........................................................................................... 10
A. Pengertian
Pembiayaan................................................................................ 10
B. Pembiayaan
Bagi Hasil................................................................................25
C. Pembiayaan
Musyarakah............................................................................. 32
D. Produk
Pembiayaan Musyarakah pada Bank Mu’amalat Capem Meulaboh 41
BAB III : METODE PENELITIAN............................................................................................. 43
A. Subjek Penelitian.......................................................................................... 43
B. Objek Penelitian........................................................................................... 44
C. Sumber Data dan Penentuannya................................................................... 44
D. Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 44
E. Teknik Analisis Data..................................................................................... 48
F. Jadwal Penelitian.......................................................................................... 49
BAB IV : HASIL PENELITIAN.................................................................................................. 50
A. Gambaran
Umum Bank Muamalat Capem Meulaboh.................................. 50
B. Karakteristik
Informan.................................................................................. 55
C. Pembahasan
Pembiayaan Musyarakah Terhadap Nasabah pada Bank Muamalat Capem Meulaboh Aceh
Barat.................................................................................... 55
1. Pembiayaan
Musyarakah pada Bank Muamalat Capem Meulaboh Dalam Hukum Islam ......................................................................................................56
2. Model
Sistem Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Capem Meulaboh ................................................................................................................59
3. Dampak
Pembiayaan Musyarakah bagi Bank pada Bank Muamalat Capem Meulaboh ...............................................................................................65
BAB V : PENUTUP............................................................................................................... 67
A. Kesimpulan.................................................................................................. 67
B. Saran............................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN DAN
BIODATA PENULIS
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
No
|
Tabel/GAMBAR
|
Keteranagan
|
HAL
|
1
|
Gambar 2.1
|
Bagi Hasil
|
29
|
2
|
Tabel 2.1
|
Bagi Hasil Vs Tidak
Bagi Hasil
|
26
|
3
|
Tabel 3.1
|
Jadwal Penelitian
|
49
|
4
|
Tabel 4.1
|
Karakteristik Informan
|
55
|
4
|
Tabel 4.2
|
Margin Musyarakah
|
55
|
5
|
Tabel 4.3
|
Margin KPR IB
|
62
|
6
|
Tabel 4.4
|
Margin Rekening Koran
|
65
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semakin berkembangnya
perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula permintaan/kebutuhan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan. Namun, dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbatas
untuk memenuhi kebutuhan dana diatas, maka pemerintah mengajak dan mendorong
swasta untuk turut serta berperan dalam membiayai pembangunan potensi ekonomi
bangsa. Pihak swasta pun, secara individual maupun kelembagaan, kepemilikan
dananya juga terbatas untuk memenuhi operasional dan pengembangan usahanya. Dengan keterbatasan kemampuan keuangan lembaga negara
dan swasta tersebut, maka perbankan nasional akan memegang peranan penting dan
strategis dalam kaitannya penyediaan permodalan pengembangan sektor-sektor
produktif.[1]
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana
dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana
pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan
negara).[2]
Indonesia, sebagai
negara yang mayoritas
penduduknya beragama islam, telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga
keuangan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan tidak sebatas keuangan, namun
juga tuntutan moralitasnya. Sistem bank mana yang dimaksud adalah perbankan
yang terbebas dari praktik bunga (free
Interest banking).[3]
Sistem bank bebas bunga
atau disebut pula bank islam atau bank syariah, memang tidak kusus
diperuntukkan untuk sekelompok orang, namun sesuai landasan Islam yang Rahmatan Lil’alamin, tetapi didirikan
guna melayani masyarakat banyak tanpa membedakan keyakinan yang harus dianut.[4]
Sebelum munculnya gagasan tentang perlunya didirikan Bank Islam di
Indonesia, para pakar atau cendekiawan Muslim baik yang ada di Organisasi
keagamaan maupun kalangan perbankan dan perorangan telah melakukan pengkajian
tentang bunga bank dan riba.[5]
Majelis Tarjih Muhammadiyah pada muktamar di Sidoarjo Jawa Timur tahun 1968
memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank-bank negara kepada nasabah
demikian pula sebaliknya, hukumnya termasuk syubhat atau musytabihat, artinya
belum jelas halal atau haramnya. Oleh karena itu, sesuai dengan petunjuk hadis,
kita harus berhati-hati menghadapi masalah-masalah yang masih syubhat itu, kita
baru diperbolehkan bermuamalah dengan bank melalui sistem bunga itu sekadarnya,
apabila benar-benar dalam keadaan terpaksa atau hajah artinya untuk
keperluan yang sangat mendesak (Tarjih Muhammadiyah, 1971: 309-312).
Bahsul Masa’il Nahdatul Ulama (NU) telah menfatwakan bunga bank itu halal,
yang diperkuat dengan pendapat K.H. Abdurrachman Wahid bahwa halalnya atau
diperbolehkannya umat Islam bermuamalah dengan bank itu, karena bunga bank pada
hakikatnya merupakan pemanfaatan uang (Panji Masyarakat, No.650 hal. 12). Namun
kendatipun bunga bank hukumnya halal atau diperbolehkan dalam wawancara dengan
wartawan surat kabar harian Media Indonesia edisi, 27 Juli 1990 Ketua Umum
Pengurus Besar NU tetap bercita-cita untuk berdirinya bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip syariat Islam di Indonesia.[6]
Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat
lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide
tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) di hotel
Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990.[7]
Kehadiran perbankan berfungsi melayani masyarakat daerah perdesaan atau
pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural
banking. Di Indonesia, rural
banking di akomodasi dalam bentuk lembaga Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Lembaga keuangan ini dibutuhkan
oleh masyarakat di daerah atau pinggiran yang belum terjangkau oleh bank umum,
baik dari segi penyimpanan dana nasabah maupun segi pembiayaan.[8]
Bagi kaum muslimin, kehadiran bank Islam adalah memenuhi kebutuhannya,
namun bagi masyarakat lainnya, bank Islam adalah sebagai sebuah alternatif lembaga jasa keuangan di samping perbankan
Konvensional yang telah lama ada.[9]
Selama ini perbankan syari’ah masih mengandalkan pembiayaan murabahah (jual beli) dan belum banyak
yang menyentuh pembiayaan yang bersifat bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah.
Total pembiayaan di perbankan syariah masih didominasi oleh jual-beli (murabahah)
sedangkan pembiayaan bagi hasil masih rendah. Rendahnya pembiayaan bagi hasil (musyarakah) jelas bukanlah kondisi
ideal yang diinginkan, karena sektor riil
dapat digerakkan melalui pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi
hasil ini merupakan salah satu prinsip utama dalam kegiatan ekonomi berbasis
syariah.
Sebenarnya peluang bank syariah untuk meningkatkan kinerja dan usahanya ada
pada pengembangan produk pembiayaan bagi hasil, sekaligus sebagai tantangan
bagi bank syariah dalam meningkatkan efektivitas kinerjanya. Bank-bank
syariah seharusnya selain membuat strategi kusus agar porsi pembiayaan bagi
hasil meningkat juga harus disertai upaya-upaya peminimalisasian
kendala-kendala yang dihadapi.
Prinsip bagi hasil adalah salah satu prinsip utama dari kegiatan ekonomi
berbasis syariah dan dengan prinsip inilah, dapat terwujud kegiatan ekonomi
yang lebih adil dan transparan.[10]
Mudharabah dan musyarakah adalah
dua model profit-sharing (bagi hasil)
yang lebih disukai dalam hukum islam dan diantara kedua model ini maka mudharabah adalah metode PLS yang paling
umum digunakan (paling tidak dari segi peningkatan dana). Musyarakah, yang dideskripsikan oleh International Islamic Bank For Invesment and Development, sebagai “metode
pembiayaan terbaik dalam bank islam, adalah suatu metode yang didasarkan pada
keikutsertaan bank dan pencari pembiayaan (mitra potensial) untuk suatu proyek
tertentu, dan akhirnya, keikutsertaan dalam menghasilkan laba dan rugi.
Perbankan syariah yang mewakili penelitian ini adalah Bank Muamalat
Indonesia Cabang Pembantu Aceh Barat
Meulaboh. Penulis memilih studi kasus pada Bank
Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Aceh Barat
Meulaboh dikarenakan Pertama, Bank Muamalat Indonesia adalah Bank
Syariah pertama yang ada di Indonesia. Kedua, Bank Muamalat Indonesia telah mengilhami bank-bank
konvensional untuk mengkonversi banknya menjadi bank syariah.Ketiga,
mengapa Bank Muamalat Indonesia cabang pembatu Aceh Barat Meulaboh, hal ini
dikarenakan Aceh Barat kota meulaboh
merupakan kota yang bukan hanya pasca syariah di ibadah saja namun juga banyak
masyarakat yang bermuamalat sehingga banyak yang meminati dari segi perdagangan
ekonomi.
Bank Muamalat
didirikan sebagai lembaga keuangan islam dan juga merupakan wadah untuk
menyalurkan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dalam membangun
perekonomian masyarakat. Pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat untuk meningkatkan
pembangunan dan berfungsi sebagai financial intermediary
(perantara keuangan) yang memberikan konstribusi terhadap peningkatan taraf
hidup masyarakat.
Pembiayaan yang
berbasis syariah dapat dikembangkan sebagai upaya untuk membumikan ekonomi
Islam yang memiliki keunggulan terutama dari menganalisis keahlian distributif
di keuangan masyarakat, dan yang pasti kebenarannya lebih pasti karena
bersumber dari syariat.
Dari pemaparan latar belakang diatas, telah terlihat fenomena yang terjadi
saat ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan ini dengan judul “Pembiayaan Musyarakah Terhadap Nasabah
(Studi Kasus Bank Mu’amalat Cabang Pembantu Meulaboh)“
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, timbul
permasalahan yang akan di rumuskan, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini
adalah :
1) Bagaimana
Pembiayaan Musyarakah pada Bank
Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh dalam pandangan hukum
Islam.
2) Bagaimana
Model sistem pembiayaan Musyarakah
pada Bank Muamalat Cabang Pembantu
Meulaboh.
3) Bagaimana
dampak pembiayaan Musyarakah
bagi bank pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh.
C. Penjelasan Istilah.
Agar tidak timbulnya
pengertian yang kurang dimengerti dari para pembaca, terlebih dahulu penulis
menjelaskan istilah- istilah yang dianggap perlu dalam judul proposal ini agar
lebih terarah pada masalah yang akan dibahas, istilah-istilah yang perlu
dijelaskan adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan
Pembiayaan atau Financing, yaitu pendanaan yang
diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan
kata lain, pembiayaan adalah pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.[11]
Sedangkan
menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 Ayat 12 menyatakan:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.”[12]
b. Musyarakah.
Dalam Bahasa inggris musyarakah
diterjemahkan dengan istilah partnership.
Sedangkan oleh lembaga-lembaga keuangan Islam menerjemahkan dengan istilah Participan financing. Dalam bahasa
Indonesia dapat diterjemahkan dengan “kemitraan, persekutuan atau pengkongsian”.[13]
Musyarakah
atau syirkah dari segi bahasa berarti “pencampuran”.[14]
Dalam hal ini mencampuri satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Sedangkan menurut syara’ syirkah (perseroan) adalah “transaksi antara dua orang atau lebih,
yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finacial dengan
tujuan mencari keuntungan”.[15]
c. Nasabah
Berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan
syari’ah, nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank syari’ah dan atau
unit usaha syari’ah.[16]
d. Bank
Mu’amalat
Bank Mu’amalat atau bank Islam ialah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.[17]
D.
Tujuan
Masalah.
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, penulis menyimpulkan tujuan masalah yang akan di teliti, tujuan
masalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimana Pembiayaan Musyarakah
pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh dalam pandangan
hukum Islam.
2. Untuk
mengetahui bagaimana Model sistem pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh.
3. Untuk
mengetahui Bagaimana dampak pembiayaan Musyarakah bagi bank pada Bank
Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh.
[1] M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syari’ah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 197.
[3] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h. 679.
[5] Warkum
Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 81.
[6] Warkum
Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam..., h. 82.
[10] Karnaen A.
Partaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di
Indonesia, (Depok: Usaha Kami, 1996), h. 21.
[11] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking..., h. 681.
[12]
Bank Indonesia. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undanga-undang nomor 7
Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 12 Ayat 1. Dikutip pada situs http://www.bi.go.id tanggal 10 Januari 2015.
[13] Sutan Remy
Sjaheini. Perbankan Islam, dan
Kedudukannya Dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti,
1999), h. 33.
[14] Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit
Margin Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press,2004), h. 79.
[15] Taqyuddin
An-Nabhani, Membangun Sitem Ekonomi
Alternatif Perspektif Islam, Diterjemahkan oleh Moh. Maghfur Wachid,
(Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 153
[16] Veithzal Rivai dan Adrian
Permata Veithzal, Credit Management
Handbook, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007) h. 7.
[17] Bank Muamalat.
Seputar Kami. Dikutip pada situs http://www.bankmuamalat.co.id tanggal
10 Januari 2015.
BAB
II
KONSEP MUSYARAKAH
KONSEP MUSYARAKAH
A.
Pengertian Pembiayaan.
Pembiayaan selalu berkaitan
dengan aktivitas bisnis. Untuk itu, sebelum masuk ke masalah pengertian
pembiayaan, perlu diketahui apa itu bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang
mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa,
perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Pelaku bisnis dalam menjalankan
bisnisnya sangat membutuh sumber modal. Jika pelaku tidak memiliki modal secara
cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk
mendapatkan suntikan dana, dengan melakukan pembiayaan.[1]
Pembiayaan adalah financing,
yaitu perdanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan
kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.[2]
Dalam kaitannya dengan
pembiayaan pada perbankan islam atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva
produktif. Aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Islam baik dalam rupiah
maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, Qardh, surat berharga islam, penempatan, penyertaan modal,
penyertaan modal sementara, komitmen, dan kontinjensi pada rekening
administratif serta sertifikat wadiah.[3]
Menurut
M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian
fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan deficit unit.[4]
Sedangkan
menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 Ayat12 menyatakan:
“Pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.”[5]
1.
Tujuan Pembiayaan.
Tujuan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan
kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri,
pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang
produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.[6]
Secara umum, tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok besar,
yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk
tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk :
a)
Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang
tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat
melakukan akses ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan taraf ekonominya.
b)
Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya
untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat
diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan
kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
c)
Meningkatkan produksivita, artinya adanya pembiayaan
memberikan peluang bagi masyarakat usaha agar meningkatkan daya produksinya.
Sebab upaya produksi tidak akan dapat berjalan tanpa adanya dana.
d)
Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya
sektor-sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut
akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan
kerja baru.
e)
Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat
usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh
pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan
masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.[7]
Adapun secara mikro, pembiayaan
diberikan dalam rangka untuk :
a)
Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang
dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap
pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat menghasilkan
laba maksimal maka mereka perlu dukungan yang cukup.
b)
Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang
dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal usaha dapat
diperoleh melalui tindakan pembiayaan.
c)
Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya
ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing
antar sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal.
Jika, sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada, dan sumber modal tidak
ada. Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada
dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.
d)
Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan
masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang
kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan
dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari
pihak yang kelebihan (surplus) kepada
pihak yang kekurangan (minus) dana.[8]
Sehubungan dengan aktivitas
bank Islam, maka pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank Islam,
sehingga tujuan bank Islam adalah untuk memenuhi kepentingan stakeholder, yakni:
a)
Pemilik
Melalui sumber pendapatan di
atas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang
ditanamkan pada bank tersebut.
b)
Karyawan
Para pegawai mengharapkan dapat
memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.
c)
Masyarakat.
1)
Pemilik Dana
Sebagaimana pemilik, mereka
mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil.
2)
Debitur yang bersangkutan.
Para debitur, dengan penyaluran
dana baginya, mereka terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau
terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
3)
Masyarakat umumnya-konsumen.
Mereka dapat memperoleh
barang-barang yang dibutuhkannya.
d)
Pemerintah
Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah
terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping itu akan diperoleh
pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga
perusahaan-perusahaan).
e)
Bank
Bagi Bank yang bersangkutan,
hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank dapat meneruskan dan
mengembangkan usahanya agar tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya,
sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.[9]
2.
Fungsi Pembiayaan.
Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan
bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis
yang aman, diantaranya :
a) Memberikan
pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan
sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
b) Membantu
kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
Membantu
masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk
usaha yang dilakukan.[10]
Sesuai dengan tujuan pembiayaan
sebagaimana di atas, pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk :
a.
Meningkatkan Daya Guna Uang.
Para
penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.
Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna
suatu usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari
bank untuk memperluas/ memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi,
perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha baru.
Dengan demikian dana yang mengendap di bank tidak menjadi idle (diam) dan
disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha
maupun bagi masyarakat.[11]
b.
Meningkatkan Daya Guna Barang.
Dengan
bantuan pembiayaan dari bank dapat meningkatkan daya guna barang contohnya
dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan
tersebut meningkat.[12]
c.
Meningkatkan Peredaran Uang.
Pembiayaan
yang disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha
menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet
giro, wesel, promes dan sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal
maupun uang giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan
suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik
kualitatif apalagi secara kuantitatif.[13]
d. Menimbulkan Kegairah Berusaha.
Setiap manusia adalah makhluk yang
selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu berhubungan
bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.[14]
e. Stabilitas Ekonomi.
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya
diarahkan pada usaha antara lain:
1) Pengendalian inflasi
2) Peningkatan ekspor
3) Rehabiltasi prasarana
4) Pemenuh kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat
Untuk menekan arus inflasi
dan berlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan bank
memegang peranan penting.[15]
f.
Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan Nasional.
Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk
meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan
ini secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi
kedalam struktur pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.
Dengan earnings (pendapatan) yang
terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. Di lain
pihak pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor
akan menghasilkan pertambahan devisa negara. Disamping itu dengan semakin
efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti akan dihemat
devisa keuangan negara.[16]
g. Sebagai Alat Hubungan
Ekonomi Internasional.
Bank
sebagai lembaga kredit/ pembiayaan tidak hanya bergerak di dalam negeri tetapi
juga di luar negeri. Negara-negara yang kaya atau kuat ekonominya, demi
persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang
sedang berkembang atau membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk
bantuan kredit dengan syarat-syarat yang ringan yaitu margin (bunga) yang relatif rendah dan jangka waktu
penggunaan yang panjang.[17]
3. Jenis-Jenis Pembiayaan.
Sesuai dengan akad pengembangan produk,
maka bank Islam memiliki banyak jenis pembiayaan.
Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya
dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya:
1)
Pembiayaan menurut tujuan.
Pembiayaan menurut tujuannya dibedakan
menjadi:
a) Pembiayaan modal Kerja, yaitu pembiayaan
yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.
b) Pembiayaan Insvestasi, yaitu pembiayaan
yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.
c) Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan
yang ditujukan untuk pembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan
perseorangan ( pribadi ).
2)
Pembiayaan menurut jangka waktu.
Pembiayaan menurut jangka waktunya
dibedakan menjadi:
a) Pembiayaan jangka waktu pendek,
pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
b) Pembiayaan jangka waktu menengah,
pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
c) Pembiayaan jangka waktu panjang,
pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5 tahun.[18]
Jenis
pembiayaan pada bank Islam akan diwujudkan dalam bentuk aktiva produktif dan
aktiva tidak produktif, yaitu:
a)
Jenis aktiva produktif pada bank Islam, dialokasikan
dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut:
a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
Untuk jenis pembiayaan dengan prinsip ini meliputi:
a) Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara peranan dana dan pengelola
dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembiayaan keuntungan
antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Aplikasi: Pembiayaan modal kerja,
pembiayaan proyek, pembiayaan ekspor.
b) Pembiayaan Musyarakah adalah perjanjian
diantara pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu
usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan diantara pemilik dana/modal
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Aplikasi: Pembiayaan modal kerja, dan
pembiayaan ekspor.[19]
b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
(piutang). Untuk jenis pembiayaan dengan prinsip ini meliputi:
a) Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah
saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi
jual-beli di mana bank menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
di tambah keuntungan (margin). Landasan hukum al-Qur’an pembiayaan
murabahah terdapat dalam surat al-baqarah ayat 275 “….Alllah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275.
Kemudian landasan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Shuhaib
radhiyallahu Anhu yaitu:[20]
Kedua belah pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran. pencantuman dalam akad jual beli dan
jika telah disepakati tidak berubah selama berlakunya akad, cara pembayaran
pada akad murabahah dilakukan dengan cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Barang akan diserahkan segera setelah terjadinya akad.[21]
Aplikasi: Pembiayaan investasi/barang
modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan ekspor.
b) Pembiayaan Salam (In Font Payment sale),
Pembiayaan salam dilakukan pada akad jual beli yang mana barang yang
diperjual belikan belum ada. Sehingga pembayaran dilakukan secara tangguh
sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank sebagai pembeli, sementara nasabah
sebagai penjual. Sehingga transaksi ini mirip dengan jual beli ijon, namun
dalam trankasi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu pembayaran barang
ditentukan secara pasti. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, da tidak
dapat berubah selama berlakunya akad. Sehingga pada umumnya akan di diterapkan
dalam pebiyaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh
bank untuk dimudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.[22]
Aplikasi: Pembiayaan sektor pertanian
dan produk manufakturing.
c)
Pembiayaan Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture) Merupakan pembiayaan yang menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna’
pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran.Skim Istinhna’ dalam perbankan syariah umumnya pada pembiayaan
manufaktur dan kontruksi. Ketentuan pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi
barang pesanan harus jelas seperti jeni, macam ukuran, mutu dan jumlahnya.
Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ tidak berubah
selam berlakukan akad, jika terjadi perubahan criteria pesanan dan terjadi perubahan
harga setelah akad ditandatangani, seleuruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.[23]
Aplikasi: Pembiayaan konstruksi/proyek/produk manufacturing.
c.
Pembiayaan
dengan prinsip sewa. Untuk jenis pembiayaan ini diklasifikasikan menjadi
pembiayaan:
a)
Pembiayaan Ijarah adalah perjanjian sewa
menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa.
Aplikasi: Pembiayaan sewa.
b)
Pembiayaan
Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina adalah perjanjian sewa-menyewa suatu
barang yang diakhir dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang
memberikan sewa kepada pihak penyewa.
d.
Surat Berharga
Islam adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip Islam yang lazim
diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar moda, antara lain wesel, obligasi
Islam, sertifikat dana Islam, dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip
Islam.
e.
Penempatan
adalah penanaman dana Bank Islam antara lain dalam bentuk giro, dan/atau
tabungan wadiah, deposito berjangka dana/atau tabungan mudharabah, pembiayaan
yang diberikan, sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank (Sertifikat IMA),
dan/atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
f.
Penyertaan
Modal adalah penanaman dana Bank Islam dalam bentuk saham pada perusahaan yang
bergerak dibidang keuangan islam, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat
utang konversi (Convertible bonds)
dengan opsi saham (equity options)
atau jenis transaksi tertentu berdasarkan prinsip Islam yang berakibat Bank
Islam memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang
keuangan Islam. Adapun perusahaan yang bergerak dibidang keuangan islam adalah
Bank islam, BPR Islam, dan perusahaan dibidang keuangan lain berdasarkan
prinsip Islam yang berlaku antara lain sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi serta lebaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.[24]
g.
Penyertaan
Modal Sementara adalah penyertaan modal bank Islam dalam perusahaan untuk
mengatasi kegagalan pembiayaan dan/atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan
bank Indonesia yang berlaku.
h.
Transaksi
Rekening Administratif adalah komitmen dan konstinjensi (off balance sheet) berdasarkan prinsip Islam yang terdiri atas
bank garansi, aksptasi/endosemen, irrevocable letter of credit (L/C), yang
masih berjalan, aksptasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan garansi lain berdasarkan prinsip Islam.
i.
Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia
sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
b)
Jenis aktiva
tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk
pinjaman, yang disebut dengan:
a.
Pinjaman Qard
adalah penyediaan dana atau tagihan antara bank islam dengan pihak peminjam
yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara
cicilan dalam jangka waktu tertentu.[25]
B.
Pembiayaan Bagi Hasil.
Bagi Hasil
adalah sebuah bentuk pengembalian dari kontrak investasi, berdasarkan suatu
periode tertentu dengan karakteristiknya yang tidak tetap dan tidak pasti besar
kecilnya perolehan tersebut. Karena perolehan itu sendiri bergantung pada hasil
usaha yang telah terjadi. Perbankan syariah pada umumnya mengaplikasikannya
dengan menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung kepada kebijakan
masing-masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank-bank
syariah yang ada di Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi
hasil atas dasar revenue sharing untuk
mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana (deposan).[26]
Tabel. 2.1
Bagi Hasil VS Tidak Bagi Hasil
Bagi Hasil
|
Tidak Bagi Hasil
|
-
Penentuan besarnya ratio bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi.
|
-
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung rugi
|
-
Bagi hasil tergantung pada keuntunganproyek yang dijalankan.
Sekiranya rugi akan ditanggung bersama oleh kedua pihak.
|
-
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
|
-
Jumlah pembayaran laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan
|
-
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat, sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming
|
-
Tidak ada yang meragukan kebasahan keuntungan bagi hasil.
|
-
Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk Islam
|
-
Melaksanakan investasi yang halal saja.
|
-
Investasi yang halal dan haram
|
-
Pengerahan dan penyaluran dana sesuai pendapat melalui dewan
pengawas syariah.
|
-
Tidak terdapat dewan pengawas syariah
|
Suatu bank
yang menggunakan sistem bagi hasil berdasarkan revenue
sharing yaitu bagi hasil yang akan didistribusikan dihitung
dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya
bank, makakemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat bagi hasil yang diterima
oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan
tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi
ini akan mempengaruhi para pemilik dana untuk
mengarahkan investasinya kepada bank syariah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil yang optimal,
sehingga akan berdampak kepada peningkatan total dana pihak ketiga pada bank
syariah.
Pertumbuhan
dana pihak ketiga dengan cepat harus mampu diimbangi dengan penyalurannya dalam
berbagai bentuk produk aset yang menarik, layak dan mampu memberikan tingkat
profitabilitas yang maksimal bagi pemilik dana.[27]
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat
dari Syafi’I yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai
biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah
mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah)
dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari
bagian shahibul maal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat
dari Abu hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila
perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum,
pakaian dan sebagainya.
Hambali
mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan
sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau bepergian dengan ijin shahibul maal, tetapi besarnya nafkah yang boleh
digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para pedagang
dan tidak boros.[28]
Bagi hasil
menurut secara bahasa dikenal dengan profit sharing . Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan
dengan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan: ”distribusi beberapa
bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”.[29]
Mekanisme
lembaga keuangan syariah pada pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk
penyertaan atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat
dalam kepentingan bisnis yang disebutkan tadi harus melakukan transparasi dan
kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin
yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang
menjalankan proyek Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara
proporsional antara shahibul maal dengan mudharib.
Dengan
demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis dapat dimasukkan
ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul
maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati
sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada
pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada
pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai
pembagian keuntungan dimuka.[30]
Prinsip bagi hasil dalam akad ini berbeda dengan prinsip bunga tetap, yaitu
bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap
berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi
krisis ekonomi.[31]
Gambar 2.1
Bagi Hasil
Konsep bagi hasil adalah sebagai
berikut:
Pemilik dana
akan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan syariah yang bertindak
sebagai pengelola;
- Pengelola
atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut dalam
sistem pool of fundselanjutnya akan
menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek atau usaha yang layak dan
menguntungkan serta memenuhi aspek syariah;
b. Kedua belah
pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan
tersebut.[32]
1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil ada 2
yaitu:
a. Faktor
Langsung
Faktor-faktor langsung yang
mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio), penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Investment
rate merupakan prosentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika
bank menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini berarti 20% dari total
dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas;
2) Jumlah dana
yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber
dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu metode yaitu rata-rata saldo minimum bulanan dan
ratarata total saldo harian. Invesment rate dikalikan dengan jumlah dana yang
tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang
digunakan;
3) Nisbah (profit sharing ratio)
Salah satu
ciri mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan
disetujui pada awal perjanjian. Nisbah antara satu BMT dan BMT lainnya dapat
berbeda. Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu BMT, misalnya
pembiayaan mudharabah 5 bulan, 6 bulan,
10 bulan dan 12 bulan. Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan
account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
b. Faktor Tidak
Langsung
Faktor-faktor tidak langsung yang
mempengaruhi perhitungan bagi hasil:
1)
Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
a) Shahibul
Maal dan Mudharib akan melakukan share baik dalam pendapatan maupun biaya.
Pendapatan yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima setelah
dikurangi biaya-biaya;
b) Jika
semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.
2)
Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting)
Bagi hasil
secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan,
terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.[33]
2.
Penentuan Angsuran Pokok
Penentuan
angsuran pokok dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-
Pembiayaan berjangka waktu di bawah satu tahun
Pembayaran pokok pembiayaan dengan jangka waktu kurang
dari satu tahun dapat dilakukan pada saat jatuh tempo
-
Pembiayaan berjangka waktu di atas satu tahun
Pembayaran pokok pembiayaan dengan jangka waktu lebih
dari satu tahun diangsur secara proporsional selama jangka waktu pembiayaan.
Yang
dimaksud dengan proporsional adalah pembayaran angsuran sesuai dengan arus kas
(net cash inflow) dari usaha nasabah.[34]
C.
Pembiayaan Musyarakah.
Ketika Bank Syariah pertama kali berkembang, baik tanah air maupun
dimancanegara, seringkali dikatakan bahwa bank syariah adalah bank bagi hasil.
Hal ini dilakukan untuk membedakan bank syariah dengan bank konvensional yang
beroperasi dengan sistem bunga. Bagi hasil adalah bentuk return dari kontrak investasi, yakni yang termasuk kedalam natural uncertainly contract. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem
bagi hasil sudah pasti merupakan salah satu praktik perbankan syariah. Namun
sebaliknya, praktik perbankan syariah belum tentu seluruhnya menggunakan sistem
bagi hasil. Karena selain sitem bagi hasil, masih ada sistem jual-beli dan
sewa-menyewa yang juga digunakan dalam sistem operasi bank syariah.[35]
1.
Fatwa DSN
(Dewan Syariah Nasional) dan UU Tentang Perbankan.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April
2000, bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha
terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[36]
Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir
tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. Sebagaimana dijabarkan dalam
lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk musyarakah yaitu
akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati.[37]
Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (13) secara
eksplisit disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu dari produk
pembiayaan pada perbankan syariah.
Pada tahun
2008, Dewan Perwakilan Rakyat dengan dukungan pemerintah, mengesahkan UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. UU ini terdiri dari 70 pasal dan dibagi
menjadi 13 bab. Secara umum struktur Hukum Perbankan Syariah ini sama dengan
Hukum Perbankan Nasional. Mengenai jenis dan
kegiatan usaha Bank Umum Syariah, UUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah diatur
dalam Pasal 19, 20 dan 21.[38]
Secara teknis mengenai pembiayaan musyarakah ini diatur dalam
pasal 36 huruf b poin kedua PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip syariah, yang intinya
menyatakan bahwa bank wajib melaksanakan prinsip syariah dan prinsip
kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana
melalui prinsip bagi hasil berdasarkan akad musyarakah.[39]
2.
Akad Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti “persekutuan”.[40]
Secara etimologi as-syarikah atau al-musyarakah mengndung
makna al-ikhtilāt wa al-imtijāz yaitu percampuran. Dalam lisan
al-’Arab disebutkan as-syirkah dan as-syarikahmengandung
makna yang sama mukhalaṭatu as-syarikaini (bercampur atau
bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.[41]
Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin
untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta
mereka, yaitu keduanya mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan
harta milik keduanya, tetapi masing-masing memiliki hak untuk ver-tasharruf.[42]
Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa syirkah adalah hak
bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.
Sedangkan mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang berupa akad yang dilakukan
oleh orang-orang yang bekerjasama dengan modal dan keuntungan.[43]
Dikemukakan pula dengan adanya akad syirkah yang disepakati kedua belah
pihak, maka semua pihak yang mengikat diri berhak bertindak hukum terhadap
harta syarikat itu dan berhak mendapatkan keuntungan sesuai yang disepakati.[44]
Secara umum musyarakah dapat
diartikan sebagai perikatan kerjasama antara dua pihak (baik individu maupun
kelompok) atau lebih pada aktivitas bisnis tertentu, yang masing-masing pihak
saling menginvestasikan dananya pada aktivitas bisnis tersebut dengan pembagian
keuntungan dan kerugian sesuai dengan kesepakatan pada awal perikatan.[45]
3.
Landasan Hukum
Dasar hukum
syariah yang mendasari konsep musyarakah ini adalah Al-Qur’an dan Hadits.[46] Ayat-ayat
Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah,
adalah :
a)
Al-Qur’an
QS.
Ash-Shaad ayat 24. :
قَالَ
لَقَدۡ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعۡجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِۦۖ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡخُلَطَآءِ
لَيَبۡغِي بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
وَقَلِيلٞ مَّا هُمۡۗ وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّٰهُ فَٱسۡتَغۡفَرَ رَبَّهُۥ
وَخَرَّۤ رَاكِعٗاۤ وَأَنَابَ۩ ٢٤
Artinya : “Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui
bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat.” (QS. Ash-Shaad ayat 24)[47]
“Dan jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutupada yang sepertiga itu”.[48]
b) As-Sunnah
روى
ا بن عبا س رضي الله عنهما ا نه قا ل : كا ن سيدنا ا لعبا س بن عبد ا لمطلب إ ذا دفع ا لما ل مضا ربة ا شترط على صا حبه أ ن لا يسلك به بحرا ولا
ينزل به وا ديا ولا يشترى به دا بة ذا ت كبد رطبة فإ ن
فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأجا زه
Artinya : “Diriwayatkan dari
Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib jika memberikan dana ke
mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau
membolehkannya.” (H.R. Thabrani).
c)
Ijma’
Dalam Ijma,
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni 5/109 telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah
secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari
padanya.”[49]
Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat dikatakan
bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam, sebagai dasar
hukumnya telah jelas dan tegas.
Landasan
hukum positif tentang musyarakah ini diatur dalam
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dengan aturan pelaksana Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b.
sebagaimana dijabarkan dalam lampiran 6, juga terdapat dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000.
Pembiayaan musyarakah disahkan pada Februari 1996 dan sudah mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1998.[50]
4. Syarat dan Rukun Musyarakah
Syarat sah musyarakah, yaitu :
a) Melafazakan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan harta
b) Anggota
syarikat percaya mempercayai,
c) Mencampurkan
harta yang disyarikatkan.
Adapun rukun sahnya melakukan
syirkah, adalah:
a) Macam harta
modal,
b) Nisbah bagi
hasil dari modal yang diserikatkan.
c) Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat.
5.
Jenis-Jenis Musyarakah.
Secara garis
besar musyarakah dapat dibagi kepada Syarikah Amlak dan Syarikah
Uqud.
a.
Syarikah Amlak
Syarikah
Amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu kepada suatu kontrak
membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya. Bentuk syarikah ini terbagi 2 yaitu:
-
amlak jabr, yaitu terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa.
b.
Syarikah ‘Uqud
Syarikah
‘Uqud atau akad berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu kontrak,
syarikah sendiri terbagi kepada 5 (lima) jenis[52]
, yakni ;
-
Syarikah Al-‘Inan adalah kontrak dua orang atau
lebih.
-
Syarikah Mufāwaḍah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih dengan syarat utama
jenis syirkah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab
dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
-
Syarikah Abdan atau Syarikah A’maal,
yaitu syirkah sekerja dimana dua orang atau lebih yang sama atau berdekatan
bentuk kerjanya menerima pesanan dari pihak ketiga dan membagi keuntungan
melalui negosiasi bersama.
-
Syarikah Wujuh, dinamakan
demikian karena dalam syirkah ini para anggota hanya mengandalkan Wujuh (wibawa
dan nama baik) mereka dan unsur modal/dana sama sekali absen dari
padanya. Pembagian untung rugi
dilakukan secara negosiasi di antara para anggota. Jenis Syarikah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasarkan pada jaminan tersebut. Karenanya kontrak ini pula sering disebut
sebagai musyarakah piutang.
-
Syarikah
Muḍarabah, suatu
perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (ṣabib al-maal) menyediakan
dana, dan pihak kedua (muḍārib) bertanggung jawab atas pengelolaan
usaha. Keuntungan tanggungjawab atas pengelola usaha. Keuntungan dibagikan sesuai
dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance,
manakala rugi ṣabib al-maal akan kehilangan sebagian imbalan
dari kerja keras dan keterampilan manajerial (managerial skill) selama
proyek berlangsung.[53]
Dari sekian
banyak jenis musyarakah tersebut diatas hanya syirkah
‘inan yang paling tepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah.
Dimana, bank dan nasabah keduanya memiliki modal. Modal bank dan modal nasabah
digunakan oleh pengelola sebagai modal untuk mengerjakan proyek. Pendapatan
atau keuntungan yang diperoleh dari proyek dibagikan berdasarkan nisbah yang
telah disepakati bersama.[54]
6.
Perkara yang
membatalkan syirkah secara umum dan khusus adalah :
a.
Umum
-
Pembatalan dari
salah seorang yang berserikat,
-
Meninggalnya
salah seorang dari yang berserikat. Dalam aplikasi bisnis bangkrutnya salah
satu perusahaan yang berserikat,
-
Salah seorang
yang berserikat murtad. Dalam aplikasi bisnis, syirkah dapat batal apabila ada salah seorang yang menkhianati
perjanjia.
-
Gila.
b.
Khusus
-
Harta syirkah
rusak. Apabila harta syirkah rusak seluruhnya atau salah seorang rusak sebelum
dibelanjakan, perkongsian batal.
-
Tidak ada
kesamaan modal dalam syirkah mufawidhah pada awal transaksi, perkongsian batal
sebab hal itu merupakan syarat transaksi syrikah mufawidhah.
7.
Resiko Musyarakah.
Resiko yang terdapat dalam pembiayaan musyarakah, terutama dalam aspek penerapan
pada produk pembiayaan di bank syariah:
a.
Side Streaming, nasabah
menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak
b.
Lalai dan kesalahan disengaja
c.
Penyembunyian
keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.[55]
D.
Produk
Pembiayaan Musyarakah pada Bank
Mua’amalat Cabang Pembantu Meulaboh.
Dalam aplikasi perbankan syariah, musyarakah terutama
diterapkan dalam pembiayaan, di mana bank sebagai pemilik modal bekerjasama
dengan pengusaha, dengan kontribusi modal dan pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan. Pembiayaan musyarakah di perbankan syariah bisa berikan dalam
berbagai bentuk, di antaranya:
Pertama, musyarakah permanen (continous
musyarakah), di mana pihak bank merupakan partner tetap dalam suatu proyek
atau usaha. Model ini jarang dipraktikkan, namun musyarakah permanen ini
merupakan alternatif menarik bagi investasi surat-surat berharga atau saham,
yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi bank.
Kedua, musyarakah digunakan untuk pembiayaan
modal kerja (working capital), di mana bank merupakan partner pada tahap awal dari sebuah
usaha atau proses produksi. Dalam model pembiayaan ini, pihak bank akan
menyediakan dana untuk membeli aset atau alat-alat produksi, begitu juga dengan
partner musyarakah lainnya.
Setelah usaha berjalan dan dapat mendatangkan profit, porsi kepemilikan
bank atas aset dan alat produksi akan berkurang karena dibeli oleh para partner
lainnya, dan pada akhirnya akan menjadi nol, model pembiayaan ini lebih dikenal
dengan istilah deminishing
musyarakah, dan model ini yang banyak diaplikasikan dalam perbankan
syariah.
Ketiga, musyarakah digunakan untuk
pembiayaan jangka pendek. Musyarakah jenis ini bisa diaplikasikan dalam
bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan, seperti ekspor, impor,
penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah lainnya.
Mengenai bagi hasil, ada dua metode yang dapat digunakan,
yaitu profit sharing (bagi laba) dan revenue sharing (bagi pendapatan). Jika memakai
metode revenue sharing,
berarti yang dibagi hasil antara bank dan nasabah pembiayaan adalah pendapatan
tanpa dikurangi dengan biaya-biaya.
Sedangkan apabila menggunakan metode profit sharing, maka yang
dibagi hasil antara bank dengan nasabah pembiayaan adalah pendapatan setelah
dikurangi biaya-biaya (laba). Namun, yang saat ini dipakai dalam praktik
perbankan syariah adalah metode revenue
sharing.[56]
[1] Muhammad Syafi’i
Antonio,
Bank Syariah Dari Teori Ke
Praktik, (Jakarta
: Gema Insani Press, 2001), h. 121.
[3] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: Bumi
Aksara,
2010),
h. 681.
[5] Bank
Indonesia. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undanga-undang nomor 7
Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 12 Ayat 1. Dikutip pada situs http://www.bi.go.id tanggal 10 Januari 2015.
[6] Yusuf, Ayus
Ahmad dan Abdul Aziz, Manajemen Operasional Bank Syariah, , (Cirebon
: STAIN Press, 2009),
h. 68.
[7] Veithzal Rivai
dan Arviyan Arifin, Islamic Banking..., h. 682.
[8] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking..., h. 682.
[9] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking..., h. 683.
[10] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 87.
[13] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking..., h. 691.
[16] Veithzal Rivai
dan Arviyan Arifin, Islamic Banking..., h. 686.
[17] Rifat Ahamd Abdul Karim. “The Impact Of The Basie Capital Adequacy Ratio Regulation On The
Financial Strategy Of Islamic Banks” Dalam Proceeding Of The 9th Expert Level Conference On Islamic
Banking, Disponsori Oleh Bank Indonesia Dan Internasional Association Of
Islamic Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.
[20] Mardani,
Ayat-Ayat Dan Hadist Ekonomi Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 194.
[22] Abdullah
Bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah
Hadis Pilihan Bukhari Muslim, Edisi Indonesia. h. 629.
[24] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking..., h. 688.
[25] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking,....h. 689
[26] Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah : Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2003), h.264
[27] Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah : Konsep, Produk dan Implementas..., h. 264.
[28] Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah,
(Jakarta:
Grafindo, 2005). h. 118.
[29] Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah,
(Yogyakarta,
UII Press, 2004), h.18.
[31] M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan..., h. 177-178.
[32] Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Institut Bankir Indonesia, Bank Syari’ah : Konsep, Produk dan Implementasi..., h. 265.
[33] Muhammad, Manajemen Bank Syariah,
(Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2002), h. 106.
[34] Adiwarman Karim. BANK
ISLAM: Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 289-290.
[37] Luqman, Sistem Pembiayaan Musyarakah dan
Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Usaha, Tesis Magister Studi Islam Program
Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia, 2006, h. 44.
[38] http://business-law.binus.ac.id/2015/06/02/hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/ diakses pada
tanggal 08 September
2013, 11:30.
[39] Abdul
Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press, 2007), h. 128.
[40] Al-Munjid Fi al-Lughah, (Bairut: Dar al-Masyrik,
1987), h. 384. lihat juga Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa
Arab-Indonesia al-Munawir, (Yogyakarta: Unit Pengadaan buku-buku Ilmiah
keagamaan Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, 1984), h. 765.
[41] Asmuni, Aplikasi Musyarakah Dalam
Perbankan Islam; Studi Fiqh terhadap Produk Perbankan Islam, Jurnal Hukum
Islam Al-Mawarid, Edisi XI, 2004, h. 160.
[43] Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi
Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 1711.
[46] Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah…, h. 90-91. lihat juga Muhamad, Sistem
& Prosedur Operasional Bank Syariah, Cet.1, (Yogyakarta: UII Press,
2000), h. 10. juga dalam Muhamad,Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit
Margin pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 27-28.
[47] TM.
Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar
Fiqh..., h.13.
[48] Musthafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al- Manhaj, (Damaskus:
Darul Ulum, 1996) III. h. 223.
[49] Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah..., h. 129-130.
[50] Makalah Pelatihan Perbankan Syariah,
18-19 April 2000, di Muamalat Institute, Arthaloka
Building lantai 13, Jakarta. Dilaksanakan oleh Divisi Kajian Akuntansi dan
Manajemen Islam (KAMI) FSI SM-FEUI bekerjasama dengan Muharram in Cares and
Retrospection (Macro 1421 H). h. 74.
[51] Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Genta
Press, 2008), h. 30.
[53] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., h. 92.
[54] Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep,
Produk dan Implementasi,... h. 184.
[55] Nur Rianto
Al Arif M. Lembaga Keuangan Syariah..., h.
175.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif kualitatif. Penelitian ini menekankan manusia sebagai
instrumen penelitian dan menerapkan metode observasi dan interview untuk dapat
mengungkapkan nuansa yang mengarahkan pada laporan kasus.[1]
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu yang tertuju pada pemahaman masalah yang ada pada
masa sekarang.[2]
A.
Subjek Penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah
Bank Muamalat Aceh Barat Barat Meulaboh. Di mana sebagai unit
analisa dipilih melalui metode analisis
diskriptif yaitu dengan cara berfikir
deduktif dan induktif. Responden dipilih sesuai dengan
kriteria kebutuhan dari penelitian.
Bahwa dalam penelitian kualitatif, “prosedur sampling yang terpenting adalah
bagaimana menentukan informan kunci (key
informan) atau situasi sosial tertentu yang syarat infromasi sesuai dengan fokus
penelitian.[3] Bank muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh
memiliki 13 karyawan, dari 13 karyawan pada bank tersebut, yang menjadi
pendukung dalam hal ini adalah 2 karyawan Bank Muamalat Aceh Barat Meulaboh.
B.
Objek Penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah hal-hal yang
berkaitan dengan penggunaan Pembiayaan Musyarakah Terhadap Nasabah pada Bank
Muamalat Aceh Barat Meulaboh.
C.
Sumber Data dan Penentuannya.
Sumber data dalam penelitian sangat perlu pilih yang terkait dengan
penelitian. Menurut Loflanda dalam Moeleong, Sumber utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sumber data penelitian diperoleh dari
informan. Data dari informan yang berupa pertanyaan-pertanyaan merupakan sumber
data primer (utama) sedangkan informasi dari dokumen pendukung yang berupa
data-data sebagai sumber sekunder.[4]
D.
Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi dan
dokumentasi terhadap nasabah
yang mengggunakan pembiayaan musyarakah. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi sebanyak-banyaknya.
1. Wawancara
Salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif adalah wawancara. Wawancara, menurut Mulyana, merupakan bentuk
komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh
informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu. Sedangkan maksud mengadakan wawancara, menurut
Lincoln dan Guba (1985: 226) antara lain: mengkonstruksikan mengenai orang,
kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.
Menurut Mulyana lebih lanjut:
Secara garis besar
ada dua jenis wawancara: wawancara tak terstruktur (wawancara mendalam) dan
wawancara berstruktur. Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan
pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada
saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara
termasuk karakteristik sosial budaya (agama, pendidikan, gender, tingkat usia,
dan sebagainya). [5]
Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan wawancara tak berstruktur untuk
mendapatkan data yang ada berdasarkan penjelasan dan hasil wawancara dengan
informan penelitian, sehingga data yang didapatkan menjadi
lebih mendalam sesuai dengan kebutuhan peneliti.
2.
Observasi.
Pengamatan atau observasi dalam penelitian kualitatif sering disebut
sebagai pengamatan berperan serta (participant
observation). Observasi/pengamatan dapat diartikan secara sederhana sebagai proses
melihat situasi, keadaan objeknya dalam mengumpulkan data untuk penelitian.
Guba dan Lincoln dalam Moleong menguraikan alasan mengapa metode observasi
dimanfaatkan, yaitu:
1.
Teknik
observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung, karena pengalaman
secara langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Ini
dilakukan jika data yang diperoleh kurang meyakinkan.
2.
Teknik
pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat
perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaaan sebenarnya.
3.
Pengamatan
memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
4.
Sering
terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan ada data yang dijaringnya
“melenceng” atau bias. Kemungkinan ini
terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, adanya
jarak antara peneliti dan diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang
emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data
tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan observasi.
5.
Teknik
observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.
Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperbaiki beberapa
tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk
situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.[6]
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai
sebagai bukti keterangan, barang cetakan atau naskah karangan yang dikirim
melalui pos, rekaman suara, gambar dalam film dan sebagainya yang dapat
dijadikan bukti keterangan yang jelas.[7] Dokumentasi dalam penelitian ini
digunakan sebagai pelengkap dari teknik pengumpulan data lainnya. Data-data
yang diambil dari dokumen meliputi data statistik, data dokumen dari instansi
terkait serta foto dan dokumen lainnya yang mendukung penelitian.
4. Angket.
Angket atau kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab.[8]
E.
Teknik
Analisis Data.
Data kualitatif lebih merupakan wujud kata-kata daripada deretan
angka-angkat. Analisis data yang dimaksudkan dalam penelitian ini, menurut
Muhadjir adalah upaya mencari dan menata secara sistematis, catatan hasil
observasi, hasil wawancara dan lainnya, untuk meningkatkan pemahaman penelitian
tentang masalah yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.[9]
Proses analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini
terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
1.
Reduksi Data
Reduksi data di sini yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan peneliti yang tertulis di lapangan. Data
kualitatif disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, di
antaranya seleksi secara ketat, uraian singkat, penggolongan dalam satu pola
yang lebih luas. Karena itulah peneliti segera melakukan analisis data melalui
reduksi data dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan rangkuman
yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap
berada di dalamnya.[10]
2. Penyajian
Data
Penyajian data dalam penelian kualitatif biasanya dalam bentuk naratif.
Kesulitan penyajian dengan teks naratif sering kali tidak sistematis dan
seringkali menyulitkan untuk mengambil kesimpulan. Sehingga perlu adanya
bantuan tabel dan bagan. Semuanya diperlukan untuk menggabungkan informasi yang
disampaikan lebih sistematis. Penyajian data yang baik merupakan cara utama
untuk analisis kualitatif yang valid.
3.
Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kegiatan analisis yang terpenting adalah menarik kesimpulan. Penarikan
kesimpulan harus dapat menjawab tujuan penelitian. Penerikan kesimpulan atau
verifikasi merupakan sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelumnya, selama
dan sesudah pengumpulan data untuk membentuk wawasan umum yang disebut
analisis.
F.
Jadwal Penelitian
Penelitian ini memerlukan waktu sejak bulan Juni sampai Agustus 2015. Adapun perinciannya sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Kegiatan
|
BULAN
|
||||||||||
VI
|
VII
|
VIII
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
|
Pembuatan
Proposal Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Seminar Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perbaikan Seminar
Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penelitian Lapangan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penulisan dan Bimbingan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sidang Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
[1] Muhajir, Noeng.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi
III. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), h.162.
[3] Burhan Bungin. Analisis Data Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Garfindo Persada. 2003), h.
53.
[4] Moleong, J.
Lexy.. Metodologi Penelitian Kualitatif.
(Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006), h.112.
[5] Deddy Mulyana..
Metodologi Penelitian Kualitatif.
(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001), h.180.
[6] Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian…. h.125-126.
[7] Bambang Marhijanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
(Surabaya: Terbit Terang. 2003), h. 21
[9] Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian…. h.104
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran
Umum Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh.
1. Sejarah
Bank Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh.
PT Bank Muamalat
Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius
Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal
1412 H atau 1 Mei 1992.[1]
Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia
(ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima
dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai
Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya,
pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh
tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai
Rp 106 miliar.[2]
Pada akhir tahun 90an,
Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar
perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit
macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun
1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat
rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3
miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.
Dalam upaya memperkuat
permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi
secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah,
Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu
pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan
2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank
Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan
kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat,
ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat,
serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.[3]
Melalui masa-masa sulit ini, Bank
Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan
kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh
Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan
pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham,
(ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan
dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun, (iii)
pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas
utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha
baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun
kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan
seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati,
ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.[4]
Saat ini Bank Mumalat memberikan
layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33
provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih
dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000
merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang
telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk
meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan
jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat
diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah,
bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya
comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat
hingga pelosok nusantara.[5]
Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional
dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi
yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara
lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News
(Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009
oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in
Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).[6]
Bank Muamalat Capem Aceh Barat
Meulaboh mulai beroprasi pada tanggal 01
April 2014 bersama dengan Capem daerah Beureuneun Kabupaten Pidie berdasarkan
surat persetujuan dari Bank Indonesia No. 15/1/DPBS/Bna.
Visi dan Misi Bank Muamalat Cabang
Pembantu Aceh Barat Meulaboh:
2.
Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di
pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.
3.
Misi
Menjadi Role Model Lembaga Keuangan
Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan
manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder.[7]
4. Struktur
Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh.
-
Satu orang Sub Branch Manager sebagai pimpinan kantor secara keseluruhan.
-
Satu orang supervisor Operational sebagai pertanggung jawab atas aktivitas
operasional kantor.
-
Dua orang Account Manager, bertanggung jawab atas penyaluran pembiayaan.
-
Dua oarang Relationship Manager, bertanggung jawab atas penghimpunan dana.
-
Satu Teller
yang bertanggung jawab untuk melayani nasabah atas transaksi tunai maumpun non
tunai di counter teller.
-
Satu orang Costumer Service yang bertanggung jawab untuk melayani nasabah
pembukaan rekening maupun hal-hal yang berhubungan dengan transaksinya.
-
Satu orang Unit Support penanaman Dana yang bertugas untuk mendukung
kelancaran penyaluran fasilitas pembiayaan termasuk penilaian agunan.
-
Satu orang Back Office dan operational pembiayaan yang bertanggung jawab atas
keperluan dan kelancaran operasional kantor, ATM, kegiatan kliring Bank
Indonesia, proses pencairan pembiayaan dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan penginputan kedalam sistem BMI.
5. Jumlah
Karyawan Bank Muamalat Capem Aceh Barat Meulaboh.
Menurut hasil penelitian saya pada
Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh, bahwa karyawan saat ini
berjumlah 13 orang diantaranya 10 karyawan merupakan banking staff dan 3
karyawan non banking staff.
B.
Karakteristik
Informan
Tabel. 4.1
Karakteristik Informan
NO
|
Nama
|
Usia
|
Jabatan
|
1
|
Muhardi
|
25
Tahun
|
Financing
Operation
|
2
|
Ulfiansyah
|
26
Tahun
|
Marketing
Financing
|
C.
Pembahasan
Pembiayaan Musyarakah Terhadap Nasabah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu
Meulaboh.
Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh
dalam memberikan pembiayaan musyarakah terhadap nasabah dengan jaminan
pembiayaan yakni : Sertifikat tanah/bangunan, BPKB mobil umur maksimum 5 tahun,
surat berharga, emas, deposito dan lain-lain.[8]
Tabel. 4.2
Margin Musyarakah
Musyarakah
|
|
Jangka Waktu
|
Nisbah Penyimpan
|
1
Tahun
|
6,9%
|
5 Tahun
|
6,9%
|
10 Tahun
|
7,5%
|
15
Tahun
|
7,5%
|
Ket :
-
Dibawah 5 Tahun
Nisbah Bagi Hasil Penyimpan 6,9%
1.
Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat
Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh
dalam pandangan Hukum Islam.
Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu
Aceh Barat Meulaboh sebagaimana yang penulis kutip dari ungkapan Informan yaitu
:
“Pembiayaan
Musyarakah pada Bank Muamalat Indonesia Telah di atur sesuai dengan ketentuan
Syariah melalui fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan ketentuan Bank
Indonesia”.
Pembahasan selanjutnya terkait dengan Pembiayaan
Musyarakah Bank Muamalat Indonesia pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) 08/DSN-MUI/IV/2000 , yaitu :
a.
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan
oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
-
Penawaran dan penerimaan harus secara
eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
-
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada
saat kontrak.
-
Akad dituangkan secara tertulis, melalui
korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal
berikut:
-
Kompeten dalam memberikan atau diberikan
kekuasaan perwakilan.
-
Setiap mitra harus menyediakan dana dan
pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
-
Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur
aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
-
Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra
yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya,
tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
-
Seorang mitra tidak diizinkan untuk
mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
c. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
-
Modal
Modal yang diberikan harus uang tunai,
emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan,
seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para
pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah
tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan.[10]
-
Kerja
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan
merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak
dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas
nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi
kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
-
Keuntungan
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan
jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan
atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara
proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan
di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan
bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu
diberikan kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas
dalam akad.
-
Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra
secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
d. Biaya Operasional dan Persengketaan
-
Biaya operasional dibebankan pada modal
bersama.
-
Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor:
10/16/Pbi/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/19/Pbi/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.[11]
Bahwasannya Pembiayaan Musyarakah pada Bank
Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh sudah sesuai berdasarkan Fatwa
Dewan Syariah Nasional DSN 08/DSN-MUI/IV/2000.
Dimana Dewan Syariah Nasional tersebut berwenang sebagai pengawasan lembaga
ksyariahan Islam.[12]
2.
Model Sistem
Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh.
a.
KPR
Muamalat IB
KPR Muamalat IB adalah produk pembiayaan yang akan membantu Anda untuk
memiliki rumah (ready stock/bekas), apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan
take-over KPR dari bank lain. Pembiayaan Rumah Indent, Pembangunan dan
Renovasi.
a)
Peruntukkan :
Perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55
tahun untuk karyawan dan 60 tahun untuk wiraswasta atau profesional pada saat
jatuh tempo pembiayaan.
b)
Fitur Unggulan :
Pembiayaan hingga jangka waktu 15 tahun.
-
Uang muka
ringan minimal 10%
-
Adanya pilihan
angsuran tetap hingga lunas atau kesempatan angsuran yang lebih ringan.
-
Plafond hingga
Rp 25 miliar.
-
Pelunasan
sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda.
-
Dapat digunakan
untuk :
-
Pembelian
rumah/ruko/rukan/kios/apartemen baru maupun bekas.
-
Take over
kpr/pembiayaan sejenis dari bank lain.
-
Nilai
pembiayaan yang tinggi hingga 90% dari nilai rumah.
c)
Fitur Umum :
-
Berdasarkan
prinsip syariah dengan dua pilihan yaitu akad murabahah (jual-beli) atau
musyarakah mutanaqishah (kerjasama sewa).
-
Dapat diajukan
oleh pasangan suami istri dengan sumber penghasilan untuk angsuran diakui
secara bersama (joint income).
-
Dapat diajukan
dengan sumber pendapatan gabungan dari gaji karyawan dan penghasilan sebagai
wiraswasta dan/atau profesional.
-
Untuk akad
murabahah dimungkinkan uang muka 0% dengan syarat calon nasabah bersedia
menyerahkan agunan tambahan yang diterima oleh Bank.
-
Dilindungi oleh
asuransi jiwa sehingga pembiayaan akan dilunasi oleh perusahaan asuransi
apabila Anda meninggal dunia.
-
Fasilitas
angsuran secara autodebet dari Tabungan Muamalat
d)
Persyaratan Calon Nasabah :
Perorangan (WNI) dengan semua jenis pekerjaan : karyawan tetap, karyawan
kontrak, wiraswasta, guru, dokter dan profesional lainnya.
e)
Persyaratan Administratif untuk Pengajuan :
-
Formulir
permohonan pembiayaan untuk individu.
-
Fotocopy KTP
dan Kartu Keluarga.
-
Fotocopy NPWP
untuk plafond pembiayaan di atas Rp 100 juta.
-
Fotocopy Surat
Nikah (bila sudah menikah).
-
Asli slip gaji
& surat keterangan kerja (untuk pegawai/karyawan).
-
Fotocopy mutasi
rekening buku tabungan/statement giro 3 bulan terakhir.
-
Fotocopy
rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir.
-
Laporan
keuangan atau laporan usaha (untuk wiraswasta dan profesional).
-
Fotocopy
dokumen bangunan yang akan dibeli: SHM/SHGB, IMB dan denah bangunan.[13]
Dalam Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat
Meulaboh Pembiayaan musyarakah dari segi KPR Muamalat IB berupa untuk
kepemilikan rumah, ruko, rukan baru/second. Pada saat pembelian kepada penjual
menggunakan akad musyarakah, dimana nasabah Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh
Barat Meulaboh menyerahkan DP mulai dari 20% dari harga rumah/ruko/rukan. Dan
bila pada saat pembayaran angsuran ke Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat
Meulaboh menggunakan akad ijarah (sewa menyewa).[14]
Tabel. 4.3
Margin KPR IB
KPR
IB
|
|
Jangka Waktu
|
Nisbah Penyimpan
|
1
Tahun
|
6%
|
5 Tahun
|
6%
|
10 Tahun
|
6%
|
15 Tahun
|
6%
|
Pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh,
Nisbah Penyimpan tetap 6% dalam jangka waktu 1 sampai 15 tahun dan dapat
diperpanjang serta tanggungannya bersama. Berbeda dengan nisbah penyimpan KPR
IB untuk renovasi rumah, akad yang digunakan yaitu Murabah dimana pihak Bank
Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh akan menanggung semuanya dengan
cara membeli keperluan Bangunan dan hal yang diperlukan si peminjam, dengan
jangka waktu 1-5 tahun nisbah penyimpan 7% dan jangka waktu 5-10 tahun nisbah
penyimpan 8-9% hal ini bila sipeminjam memerlukan untuk renovasi rumah.[15]
b.
Rekening
Koran
Pembiayaan Rekening Koran Syariah adalah produk pembiayaan khusus modal
kerja yang akan meringankan usaha Anda dalam mencairkan dan melunasi pembiayaan
sesuai kebutuhan dan kemampuan.
a) Peruntukkan :
Badan usaha yang memiliki legalitas
di Indonesia
b) Fitur :
-
Berdasarkan
prinsip syariah dengan akad musyarakah dan skema revolving
-
Dapat digunakan
untuk meningkatkan atau memenuhi tambahan omset penjualan dan membiayai
kebutuhan bahan baku atau biaya-biaya overhead
-
Jangka waktu pembiayaan
disesuaikan dengan spesifikasi modal kerja
-
Plafond mulai
Rp 100 juta hingga Rp 20 miliar
-
Pencairan dan
pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu melalui rekening giro
c) Persyaratan Nasabah :
-
Badan usaha
dengan skala usaha menengah dan korporasi
-
Memiliki omset
usaha > Rp 2,5 miliar setahun
-
Telah tercatat
sebagai Nasabah rekening giro di Bank Muamalat
d) Persyaratan Administratif untuk Pengajuan :
-
Surat
permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus
-
NPWP institusi
yang masih berlaku
-
Legalitas
pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya
-
Izin-izin usaha
: SIUP, TDP, SKD, SITU, dan lainnya (jika dibutuhkan) yang masih berlaku
-
Data-data
pengurus perusahaan
-
Laporan
keuangan 2 tahun terakhir
-
Fotocopy mutasi
rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
-
Bukti legalitas
jaminan (SHM/SHGB/BPKB/ bilyet deposito/dll)
-
Bukti-bukti
purchase order atau Surat Perintah Kerja (SPK) jika ada[16]
Selanjutnya
Pembiayaan musyarakah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh
dari segi pembiayaan Rekening koran Syariah berupa pembiayaan untuk modal kerja
non perorangan, dengan plafond minimal 500 Juta Rupiah dalam jangka waktu 1
tahun dan dapat diperpanjang. Dana selama jangka waktu nasabah hanya membayar
angsuran profit (bagi hasil) sehingga pada akhir jangka waktu nasabah melakukan
pelunasan pokok.[17]
Tabel. 4.4
Margin Rekening Koran
Rekening
Koran
|
|
Jangka Waktu
|
Nisbah Penyimpan
|
1
Tahun
|
7,8%
|
3.
Dampak Pembiayaan Musyarakah bagi Bank pada Bank Muamalat
Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh.
Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh
Barat Meulaboh pembiayaan musyarakah yang telah disalurkan dari mulai operasi
pada tanggal 01 April 2014 sampai saat ini mencapai >8 Milyar. Namun dalam
pembiayaan Murabahah mencapai >25 Milyar, dengan syarat pembiayaan minimal
50 juta.[18]
Dampak yang muncul pada pembiayaan musyarakah yaitu
:
Dampak positif yaitu dampak yang muncul apabila
pembiayaan yang lancar, maka hal tersebut akan meningkatkan laba bagi Bank
Muamalat Indonesia.
Berdasarkan wawancara dengan bapak Muhardi pada hari
rabu tanggal 19 Agustus
pukul 14.15 WIB di Kantor bank muamalat meulaboh mengatakan bahwasannya data
dari dampak pembiayaan bagi bank muamalat meulaboh menjadi rahasia bank namun
institusi tertentu dibenarkan untuk memperoleh data kualitas pembiayaan. Untuk pembiayaan
rekening koran berbasis akad musyarakah pada Bank Muamalat Meulaboh masuk dalam
kategori lancar artinya tidak terdapat pembiayaan macet pada pembiayaan
rekening koran. Untuk KPR IB pada Bank Muamalat Meulaboh terjadi pembiayaan
macet dibawah 5%. [19]
[1] Muhammad
Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2001), h. 32.
[2] Muhammad
Syafi’i, Bank Syariah..., h. 30.
[3] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h. 144.
[4] Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, Islamic Banking..., h. 69.
[8] Dokumentasi Akad Pembiayaan al-musyarakah, Bank Muamamalat Cabang
Pembantu Meulaboh, 13 Januari 2015.
[9] Dokumentasi Marketing Financing, Bank Muamamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13
Januari 2015.
[11] Dokumentasi Akad Pembiayaan al-musyarakah, Bank Muamamalat Cabang
Pembantu Meulaboh, 13 Januari 2015.
[12] Dokumentasi Hukum Akad
Pembiayaan al-musyarakah, Bank
Muamamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13 Januari 2015.
[13] http://www.bankmuamalat.co.id, produk/kpr-muamalat,Diakses
12 Januari 2015, pukul 19.30 WIB.
[14] Dokumentasi Akad Pembiayaan al-musyarakah, Bank Muamamalat Cabang
Pembantu Meulaboh, 13 Januari 2015.
[15] Dokumentasi Marketing Financing, Bank Muamamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13
Januari 2015.
[16] http://www.bankmuamalat.co.id/produk/pembiayaan-rekening-koran-syariah.
VLPB 4X- Twfs,12 Januari 2015.
[17] Dokumentasi Marketing Financing, Bank Muamamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13
Januari 2015.
[18] Dokumentasi Sistem Akad
Pembiayaan al-musyarakah, Bank
Muamamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13 Januari 2015.
[19] Wawancara dengan Bapak Muhardi
selaku Back Office Financing Operational Bank Muamalat Meulaboh pada
pukul 14.25 WIB, tanggal 19 Agustus 2015.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai penutup pembahasan skripsi ini, maka pada
bab lima ini penulis mengambil kesimpulan yang dapat merangkul seluruh isi yang
ada pada pembahasan skripsi ini.
1. Pembiayaan Musyarakah pada
Bank Muamalat Cabang Pembantu Aceh Barat Meulaboh sudah sesuai berdasarkan
Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN 08/DSN-MUI/IV/2000. Dimana Dewan Syariah Nasional
tersebut berwenang sebagai pengawasan lembaga kesyariahan Islam.
2. Adapun model sistem yang dipakai meliputi : Pertama KPR Muamalat IB
yaitu merupakan produk pembiayaan yang akan membantu untuk memiliki rumah
(ready stock/bekas), apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over
KPR dari bank lain. Pembiayaan Rumah Indent, Pembangunan dan Renovasi. Kedua
Rekening
Koran adalah
produk pembiayaan khusus modal kerja yang akan meringankan usaha dalam
mencairkan dan melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan.
3. Sedangkan dampak yang timbul pada pembiayaan musyarakah yaitu: Dampak positif yaitu dampak yang muncul apabila pembiayaan
yang lancar, maka hal tersebut akan meningkatkan laba bagi Bank Muamalat
Indonesia.
B.
Saran.
Adapun
saran dari penulis yaitu sebagai berikut :
1.
Diharapkan tugas
dan tanggung jawab seorang Atasan dan Bawahan pada Suatu Lembaga atau
Perusahaan dapat menjadikan perubahan dengan bersungguh-sunggah dalam
mengembankan amanah dan tanggung jawab.
2.
Diharapkan
kepada Struktural PT.Bank Muamalat Capem Meulaboh untuk lebih meningkatkan
kinerja yang handal demi kemajuan masa mendatang sehingga memperoleh nilai
lebih pada setiap nasabah yang ada.
3.
Semoga dengan
adanya penelitian ini bisa menjadi tolak ukur dalam segala bidang bagi pihak PT.Bank
Muamalat Capem Meulaboh, dan tentunya dapat menjadi manfaat bagi Akademik
kampus sekaligus khasanah pengetahuan dalam penelitian. Amin Yarabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik
atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, Jakarta,
Paramadina, penerjemah, Arif Maftuhin, cet. II, 2004.
Abdul Aziz, Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Algaoud, Latifa., Lewis., Mervvyn, PerbankanSyariah: Prinsip, Praktek, danProspek, cet.
II, Jakarta: PT. SerambiIlmuSemesta, 2004.
Anshori, Abdul Ghofur,Perbankan
Syariah di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007.
Arikunto, Suharsimi, Metodelogi
penelitian, Yogyakarta: Bina Aksara, 2006.
Asmuni, Aplikasi Musyarakah
Dalam Perbankan Islam; Studi Fiqh terhadap Produk Perbankan Islam, Jurnal
Hukum Islam Al-Mawarid, Edisi XI, 2004.
Al-Munjid Fi al-Lughah, (Bairut:
Dar al-Masyrik, 1987), h. 384. lihat juga Ahmad WarsonMunawir, KamusBahasaArab-Indonesia
al-Munawir, Yogyakarta:
UnitPengadaanbuku-bukuIlmiahkeagamaanPondokPesantren al-MunawwirKrapyak, 1984.
Bank Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undanga-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan Pasal 12 Ayat 1. Dikutip pada situs http://www.bi.go.id tanggal 10 Januari 2015.
Bank Muamalat. Seputar Kami. Dikutip pada situs http://www.bankmuamalat.co.id tanggal 10 Januari 2015.
Bungin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta:
Garfindo Persada, 2003.
Bungin, Burhan, Metodologi
Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2006.
Dokumentasi Akad Pembiayaan al-musyarakah, Bank Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13 Januari
2015.
Dokumentasi Marketing
Financing, Bank Muamalat Cabang Pembantu Meulaboh, 13 Januari 2015.
DokumentasiHukumAkadPembiayaanal-musyarakah, Bank
MuamamalatCabangPembantuMeulaboh, 13 Januari 2015.
DokumentasiSistemAkadPembiayaanal-musyarakah, Bank
MuamamalatCabangPembantuMeulaboh, 13 Januari 2015.
Hadi, Sutrisno, Metodologi
Research. Jilid I Cet. V, Jogjakarta: UGM. 1976.
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007.
Hirsanuddin,
HukumPerbankanSyariah di Indonesia,
Yogyakarta:Genta Press,
2008.
Indonesia, Bank, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 12 Ayat 1, Dikutip pada situs http://www.bi.go.idtanggal 10 Januari 2015
Islam (KAMI) FSI SM-FEUI bekerjasama dengan Muharram in Cares and Retrospection
Macro 1421 H.
Karnaen A. Partaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996.
Karim A. Adiwarman, Bank IslamAnalisisFiqihdanKeuangan, Jakarta:Raja
GrafindoPersada, 2004.
Karim A. Adiwarman, Bank
Islam, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2010.
Luqman, SistemPembiayaanMusyarakahdanPengaruhnyaTerhadapPertumbuhan
Usaha, Tesis Magister Studi Islam Program PascaSarjanaUniversitas Islam
Indonesia, 2006.
Makhalul
SM, Ilmi, TeoridanpraktekMikroKeuanganSyari’ah:
BeberapaPermasalahandanAlternatifSolusi, Yogyakarta: UII Press,
2002.
Mardani, Ayat-Ayat Dan Hadist Ekonomi
Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Marhijanto, Bambang, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Surabaya:
Terbit Terang, 2003
Masyhuri (Ed), Teori Ekonomi dalam Islam,
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
Muamalat, Bank, Seputar Kami, Dikutip pada situs http://www.bankmuamalat.co.id tanggal 10
Januari 2015 tanggal 18 Desember 2014
Muamalat, Bank, http://www.bankmuamalat.co.id,
profil-muamalat.Diakses 12
Januari 2015, pukul 19.30 WIB.
Muamalat, Bank, Visi and Misi. Dikutip Pada Situs http://www.bankmuamalat.co.id, visi-and-misi, tanggal 12
Januari 2015, pukul 19.30 WIB
Muamalat, Bankhttp://www.bankmuamalat.co.id/produk/pembiayaan-rekening-koran-syariah#.
VLPB 4X- Twfs,12Januari
2015. pukul 19.30 WIB.
Muamalat, Bank, Produk KPR Bank Muamalat, Diakses pada
situs http://www.bankmuamalat.co.id, produk/kpr-muamalat, tanggal12 Januari 2015, pukul 19.30 WIB
Muamalat, Bank, Produk Pembiayaan Rekening Koran,Dikutip pada situs http://www.bankmuamalat.co.id/produk/pembiayaan-rekening-koran-syariah,
tanggal 12 Januari 2015
Muhajir, Noeng, Metodologi
Penelitian Kualitatif. Edisi III, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Muhammad, Teknik
Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah, Yogyakarta: UII
Press,2004.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta:
UPP AMP YKPN, 2002.
Muhammad
Syafi’i, BankSyariah Dari TeoriKePraktik, Jakarta
: GemaInsani Press, 2001.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah…, h. 90-91. lihat juga
Muhamad, Sistem&ProsedurOperasional Bank Syariah, Cet.1,
(Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 10. jugadalamMuhamad,TeknikPerhitunganBagiHasil
dan ProfitMargin pada Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2004.
Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
2001.
Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah
di Indonesia, Yogyakarta: Genta Press, 2008.
Muslimin
H, Kara, BankSyariah di Indonesia: AnalisisKebijakanPemerintah Indonesia
TentangPerbankanSyariah, Yogyakarta: UII Press, 2005.
MakalahPelatihanPerbankanSyariah,
18-19 April 2000, di Muamalat Institute, Arthaloka
Building lantai 13, Jakarta.
DilaksanakanolehDivisiKajianAkuntansidanManajemen Islam (KAMI) FSI SM-FEUI
bekerjasamadengan Muharram in Cares and Retrospection Macro 1421 H.
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.
Muhajir, Noeng. MetodologiPenelitianKualitatif.
Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Nahar, Syamsun,Pembiayaan Bagi Hasil Musyarakah . Dikutip pada situs http://economy.okezone.com tanggal 07 Januari 2013.
Nur Rianto, Al Arif M, Lembaga Keuangan Syari’ah, Bandung:
Pustaka Setia, 2012.
Partaatmadja, Karnaen A, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok:
Usaha Kami, 1996
RifatAhamd Abdul Karim. “The
Impact Of The Basie Capital Adequacy Ratio Regulation On The Financial Strategy
Of Islamic Banks” Dalam Proceeding Of The 9th Expert Level Conference On Islamic
Banking, DisponsoriOleh Bank Indonesia Dan Internasional Association Of Islamic
Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.
Saeed, Abdullah, Menyoal Bank Syariah: KritikatasInterpretasiBunga Bank Kaum
Neo-Revivalis, cet. II, Jakarta: Paramadina, 2004.
Sjaheini, Sutan Remy, Perbankan Islam, dan Kedudukannya Dalam Tata
Hukum Indonesia, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1999
Sutan Remy Sjaheini. Perbankan
Islam, dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1999.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah : Konsep, Produkdan Implementasi Operasional, Jakarta:
Djambatan, 2003.
Taqyuddin An-Nabhani, Membangun
Sitem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Diterjemahkan oleh Moh. Maghfur
Wachid, Surabaya: Risalah Gusti, 1996
VeithzalRivaidanArviyanArifin,
Islamic Banking, Jakarta: BumiAksara, 2010.
VeithzalRivaidan
Adrian PermataVeithzal, Credit Management
Handbook, Jakarta: RajaGrafindoPersada, 2007.
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan
Lembaga-lembaga Terkait,Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002.
WawancaradenganBapakMuhardiselakuBack Office FinancingOperational Bank
MuamalatMeulabohpadapukul 14.25 WIB, tanggal 19 Agustus 2015.
Yusuf,
Ayus Ahmad dan Abdul Aziz,ManajemenOperasional Bank
Syariah, , Cirebon : STAIN Press, 2009.
Zainul, Arifin, Dasar-dasarManajemenPerbankanSyariah, cet. IV,
Jakarta:PustakaAlvabet, 2006.
Zulkifli,Sunarto, Panduan
Praktis Transaksi Perbankan Syariah,Jakarta : Zikrul Hakim, 2007.
http://business-law.binus.ac.id/2015/06/02/hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/diaksespadatanggal
08 September
2013, 11:30.
al-Khin,MusthafadanMusthafa al-Bugha, al-Fiqh al- Manhaj,Damaskus:
DarulUlum, 1996. III.